Misi Tersembunyi

[FIKSI]

Seperti sebagian besar mahasiswa yang ngekos, Adha sudah terbiasa melewatkan sarapan pagi karena bangun kesiangan dan harus masuk di jam pertama kuliah. Ritual mandi seperti biasa dilakukan dengan cara yang paling "express" ...

Mata kuliah pagi ini di jam pertama memang tak boleh telat. Bukan karena Adha mahasiswa yang rajin dan teladan. Menghindari masalah yang mungkin terjadi di kemudian hari, hanya karena telat beberapa menit masuk kelas. Meskipun bukan termasuk jajaran mahasiswa cemerlang, sesungguhnya dia tidak bodoh dan sanggup berfikir cerdas apalagi soal yang satu ini. Bermasalah dengan mata kuliah satu ini, hmm lebih tepatnya dengan dosennya, merupakan potensi masalah yang harus dihindari. Harus ... Sudah bukan kabar baru bahkan sudah menjadi legenda dalam dunia persilatan fakultas hukum ini, sekali kau bermasalah dengan Bapak A... Jangan harap kuliahmu bakal kau selesaikan dengan lancar. Sudah banyak saksi hidup dari kasus ini. Senior-seniornya yang terganjal dalam proses kelulusan karena "tersangkut" masalah dengan Bapak A... Mereka bahkan sangat terkenal melebihi para senior berprestasi.

Tas kucel berisi buku catatan yang tak kalah kucel. Menemani Adha yang melangkah gagah seusai kelas bubar. Setiap kali bisa melewati 3 jam mata kuliah ini, seolah-olah Adha berhasil menjadi pahlawan yang baru saja menang pertempuran besar. Bangga luar biasa...

Di luar memenuhi kewajiban bagi setiap mahasiswa di fakultas ini untuk mengambil mata kuliah tersebut. Adha memang memiliki misi tersendiri. Dia harus lulus mata kuliah ini, jika bisa mendapatkan nilai B itu nilai tambah berikutnya. Eits... lulus saja sudah bagus. Dalam sejarah memang belum pernah bapak A memberi nilai A.

Bukan hal mudah bagi Adha menjalani misi ini. Sejak SD, Adha sudah familiar dengan nama Bapak A, dengan suasana perkuliahan di fakultas ini. langsung dari saksi hidup yang menjalaninya, Bang Akbar Kakak sepupunya. Kakak sepupu yang sangat dikaguminya, yang menginspirasinya untuk bisa mengecap perkuliahan di salah satu universitas terkemuka di negeri ini.  Yang selalu menyemangatinya dan menanamkan keyakinan padanya bahwa "orang biasa-biasa" seperti kita bisa jadi orang besar dan mengambil peran dalam kancah nasional. Dengan modal keyakinan dan keberanian dan tentu saja mau berjuang.  

Kakak sepupu tempatnya berbagi tempat tidur setiap sabtu dan minggu, karena sang abang yang berkunjung dan menginap setiap akhir pekan ke rumah mereka. Terekam jelas di kepala Adha, bagaimana Bang Akbar tampak sangat kalut saat itu. Dia terancam tidak bisa mengikuti wisuda karena satu mata kuliah yang sudah beberapa kali diikuti sang abang tidak juga keluar nilainya. Satu mata kuliah wajib yang harus lulus. Bang Akbar kembali menyebutkan nama Bapak A, tidak seemosional sebelum-sebelumnya. Jauh lebih datar bahkan hampir tanpa ekspresi, hanya diselingi sebuah helaan nafas panjang. "Kelak kalau kau jadi kuliah di tempat abang, jangan sekali-kali mengambil resiko dengan Bapak A ya dek. 14 semeseter harus abang lalui dan Bapak A tidak bisa bersikap professional, abang melalui semua proses dan persyaratan mata kuliah ini dengan baik, tidak juga beliau mau bersikap adil. rupanya nama abang sudah terpatri di kepalanya, tak ada pengampunan rupanya."

Bang Akbar sangat aktif di berbagai kegiatan baik intra kampus maupun ekstra kampus, kemampuan bicaranya yang luar biasa serta caranya memahami persoalan hukum luar biasa memukau. Dengan networking yang bagus, sudah banyak pengalaman kerja baik secara sosial maupun dengan imbalan yang berhasil diselesaikannya selama berstatus mahasiswa. Tapi semua harus menemui jalan buntu saat diharapkan pada syarat legalitas. Gelar itu tak jua disandangnya, hanya gara-gara nilai dari mata kuliah Bapak A yang tak juga melewati angka D. Abang sudah berupaya dari cara tegas, keras dan lugas sampai cara halus. Nasib abang terkatung-katung ...

Memasuki semester tiga ini. Adha sudah menyiapkan diri. Secara mental dia tidak boleh kalah. Meskipun rasa marah dan dendam masih mendekam di dadanya setiap kali menatap wajah Bapak A. Jauh di lubuk hati dia berjanji, story bang Akbar tak boleh terulang padanya. Hutang Abang Akbar harus dibayarnya lunas.

Tidak ada yang berubah dari Bapak A kecuali rambutnya makin memutih. Cara bicara, gaya mengajar, metode mengajar, masih sama seperti yang diceritakan Bang Akbar. Hhhh tak ada kah generasi muda yang bisa menggeser posisinya, ini memang fakultas hukum...Tapi haruskah kumpulan orang-orang kaku berhati keras bertahan di sini??? Tidakkah Bapak A tahu, untuk bisa merasakan bangku kuliah ini Abang dulu berjuang keras menaklukkan Jakarta, mengerjakan semua hal untuk bisa bertahan. Kami saudaranya pun hanya bisa membantu doa dan support. Abang berhasil menaklukan kejamnya Jakarta. Tapi tak bisa menaklukkan kerasnya hari Bapak A. 

Suasana riuh di depan ruang kemahasiswaan, tepatnya di depan papan pengumuman. Hari ini tampak lebih ramai dari biasanya, hmm pasti karena nilai mata kuliah Bapak A akan diumumkan hari ini.  B+, Yesss dikepalnya tangannya. Ada rasa bangga, gembira dan puas yang memenuhi dadanya. 

Adha bergegas berlari mengejar langkah Bapak A yang dilihatnya baru keluar dari ruang dosen sebelah, jalannya sudah tidak terlalu gagah. Hmm satu misi berikutnya yang harus ditunaikan, begitu pikirnya. "Pak, terimakasih ya pak, saya bisa menyelesaikan mata kuliah bapak dan bisa mendapat nilai memuaskan".  Sambil menjajari langkah Bapak A, Adha mencoba bersikap akrab. "Oh iya pak, saya mau menyampaikan salam dari Kakak saya pak, Akbar namanya angkatan tahun 2000 pak, dulu mahasiswa bapak juga. 

Bapak A menolehkan kepala, memandang wajah Adha. Agak kaget Adha dibuatnya. "Kamu mahasiswa saya? di kelas apa? semester berapa? ...saya tidak hapal satu persatu."

"Whaaat? bahkan Adha-pun tak dikenali Bapak A." apalagi Bang Akbar ...

"Bang Akbar Misi selesai .... Tak ada gunanya melanjutkan misi ini :)" Adha Membathin

Selesai.

No comments

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.